ANGGAPAN DASAR DAN HIPOTESIS


anggapan dasar dan hipotesis
anggapan dasar dan hipotesis 
  A.     PENGERTIAN ANGGAPAN DASAR
Setelah ditemukannya masalah yang akan diteliti, seorang peneliti harus mencari suatu gagasan tentang letak persolan atau masalah yang lebih luas[1]. Seorang peneliti harus mempunyai anggapan dasar dan hipotesis yang kuat tentang permasalahan yang akan diteliti. Hal itu merupakan tanggung jawab ilmiah. Peneliti agar penelitian dipandang layak untuk diteliti dan lebih menarik orang lain untuk mengatahui hasil penelitian tersebut. Anggapan dasar ini disebut juga dengan istilah postulat
Menurut Winarno Surahkmat yang dikutip dalam bukunya Suharsimi Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti.[2] seorang peneliti seringkali mempunyai asumsi yang berbeda dengan asumsi peneliti yang lain. Sehingga terkadang sebuah asumsi yang meragukan dan membangkitkan semangat seseorang untuk meneliti tetapi orang lain sudah meyakini asumsi tersebut sudah merupakan suatu kebenaran.
Sebagai contoh, ada pepatah mengatakan rajin pangkal pandai. Dibalik pepatah itu adanya suatu jika seseorang itu rajin dalam belajar, maka banyak ilmu pengetahuan yang diserap. Sehingga seseorang yang banyak belajar maka sudah merupakan konsekuensi logis anak itu menjadi pinter.
Sebelum melakukan sebuah  penelitian seorang peneliti harus memepunyai asumsi-asumsi yang dirumuskan denngan jelas. Setelah itu baru peneliti bisa dengan baik menentukan langkah-langkah anggapan dasar dan hipotesispengumpulan data, menetukan motode yang digunakan dalam penelitian tersebut. Anggapan dasar atau asumsi dasar atau postat sangat diperlukan karena:
1.      Agar ada dasar berpijak yang kukuh bagi  masalah yang sedang diteliiti
2.      Untuk memepertegas variabel yang menjadi pusat perhatian
3.      Guna menentukan dan merumuskan hipotesis[3]
B.    CARA  MENENTUKAN ANGGAPAN DASAR
Seseorang yang masih ragu akan sesuatu hal yang tidak akan bisa untuk menentukan anggapan dasar dari hal tersebut. Salah satu syarat mutlak ketika seseorang peneliti akan melakukan sebuah penelitian adalah memahami obyek dan kajian yang akan diteliti, sehingga peneliti akan mampu mengkaji hal tersebut secara mendalam. Sebuah penelitian jika dilandasi dengan anggapan dasar yang mendalam akan menghasilkan sebuah teori yang lebih bermanfaat.   
Berikut ini Suharsimi memberikan beberapa cara yang dilahirkan untuk menemukan anggapan dasar, yaitu:
1.      Dengan banyak membaca buku, surat kabar atau terbitan lain
2.      Dengan banyak mendengarkan brita, ceramah dan pembicaraan orang lain
3.      Dengan banyak berkunjung ke tempat
4.      Dengan mengadakan pendugaan mengabtraksikan berdasarakan perbendaharaan pengetahuannya.[4]
Pada dasarnya sebelum seorang peneliti melakukan sebuah penelitian, hal pertama yang harus dilakukan adalah memperbanyak referensi pengetahuan tentang masalah yang akan diteliti. Ketika seorang peneliti sudah mempunyai landasan pengetahuan yang kuat, maka akan muncul suatu keyakinan, setelah merasa yakin akan permasalahan tersebut peneliti akan bisa membuat anggapan dasar dengan baik.
Selain melakukan kajian pustaka seorang peneliti juga bisa mencari referensi lain dari hasil penelitian yang sudah ada dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hal yang biasa dilakukan adalah mencatat teori hasil dari sebuah penelitian kemudian menghubungkan dengan penelitian yang akan dilakukan. Anggapan dasar yang baik adalah anggapan dasar yang didasarkan pada wawasan peneliti yang luas dan banyak teori yang mendukung.


C.    PENGERTIAN HIPOTESIS

Dilihat dari penggalan katanya, hipotesis berasal dari dua kata, yaitu “Hypo” artinya dibawah dan “Thesis” artinya pendapat. Jika digabungkan kedua kata tersebut menjadi hypothesis, kemudian disesuaikan dengan ejaan bahasa indonesia menjadi hipotesis.[5]Dapat diambil kesimpulan bahwa secara bahasa hipotesis bisa diartikan “dibawah kebenaran”, sehingga perlu adanya penelitian atau pengujian untuk mengubah hipotesis menjadi tesis (kebenaran).
Sedangkan secara istilah hipotesis bisa diartikan sebagai suatu pernyataan sementara yang diajukan untuk memecahkan suatu masalah, atau untuk menerangkan suatu gejala.[6]Menurut istilah Fred N. Kerlinger secara singkat hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan yang merupakan terkaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih.[7] Sedangkan menurut Good dan Scates dalam bukunya Moh. Nazir menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya.[8]
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah pernyataan sementara dari sebuah permasalahan berdasarkan atas fakta dan kondisi data yang perlu dibuktikan secara logis dan empiris.
Hipotesis ini bisa diperoleh dari hasil pengamatan tentang adanya suatu fenomena atau permasalahan yang ada di lapangan. Penelitian ini cenderung untuk menemukan sebuah teori baru tentang fenomena atau sering dikenal dengan penelitian Induktif. Selain itu suatu penelitian bisa dilakukan juga dengan mencari teori yang sudah ditemukan oleh para ilmuan. Kemudian peneliti tertarik untuk menguji kebenaran dari teori tersebut dan diterapkan langsung di lapangan, penelitian ini biasa disebut dengan penelitian deduktif.
Penelitian dilakukan bukan bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang sudah dibuat. Penelitian dilakukan untuk mengumpulkan data yang mendukung atau menolak hipotesis yang sudah dibuat. Peneliti tidak boleh mempunyai keinginan kuat untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang sudah dibuat.[9]Karena jika hal itu dilakukan akan mengurangi obyektivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti cenderung hanya akan mengumpulkan data yang mendukung hipotesisnya, bahkan bisa jadi memanipulasi data agar mendukung hipotesis yang sudah dibuat.
Sebagai antisipasi seorang peneliti harus mempunyai dua sikap terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan, yaitu: menerima keputusan apa adanya seandainya hipotesis tidak terbukti pada akhir penelitian dan mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tanda data yang terkumpul tidak mendukung terbuktinya hipotesis.[10] Sikap dasar yang harus dimiliki oleh seorang penlitia adalah beranggapan bahwa hipotesis bukan merupakan suatu kebenaran, hipotesis hanya sebuah terkaan akan sebuah permasalahan yang akan diteliti kebenarannya. Jika seorang peneliti sudah memiliki sikap dasar tersebut, maka peneliti akan lebih bisa dihindarkan dari sesuatu hal yang kurang obyektif, karena obyektivitas adalah suatu hal yang harus dijadikan pedoman dalam sebuah penelitian.
Hipotesis dibuat untuk menghubungkan dua variabel atau lebih sebagai jawaban sementara dari suatu permasalahan. Kemudian variabel tersebut dibuktikan dan diuji dalam penelitian untuk menentukan hipotesis tersebut diterima atau ditolak. Menurut suharsimi secara garis besar hubungan antara dua variabel atau lebih dapat dibedakan menjadi tiga:[11]
1.      Hubungan yang sifatnya sejajar dan tidak timbal balik
2.      Hubungan yang sifatnya sejajar
3.      Hubungan yang menunjukkan pada sebab-akibat tetapi tidak timbal balik
 Di dalam penelitian yang mempunyai dua variabel atau lebih kita mengenal istilah variabel bebas (independent Variabel)dan variabel terikat (dependent Variabel). Variabel bebas merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan variabel terikat, sedangkan variabel terikat sangat dipengaruhi oleh keberadaan variabel bebas. Sehingga variabel terikat bisa dikatakan sebagai akibat dari variabel bebas. Hubungan antara kedua variabel tersebut juga bisa disebut sebagai hubungan pengaruh.
Sehubungan dengan tiga jenis variabel diatas, terdapat juga tiga jenis hubungan untuk dua variabel, yaitu:
1.      Hipotesis tentang hubungan dua variabel sejajar
2.      Hipotesis tentang hubungan variabel sebab-akibat, timbal-balik atau hipotesis saling pengaruh
3.      Hipotesis tentang hubungan dua variabel sebab-akibat tidak timbal balik atau hipotesis pengaruh.[12]
Sebelum melakukan jenis variabel harus ditentukan agar arah penelitian yang dilakukan lebih jelas.
Ada beberapa prasyarat sebelum penyusunan hipotesis, diantaranya adalah:
1.      Hipotesis yang mempunyai dasar kuat menunjukkan peneliti telah mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa penelitian telah mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian di bidang itu.
2.      Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data; hipotesis dapat menunjukkan kepada penelliti prosedur apa yang harus diikuti dan jenis data apa yang harus dikumpulkan.[13]
Selain didasarkan pada teori-teori yang sudah ada penellitian juga didasarkan pada pengalaman empiris peneliti, karena selain lebiih meyakinkan penelitian juga memberikan kemudahan bagi peneliti untuk melakukan sebuah penelitian. M. Burhan  Bungin membuat skema tentang sistematika penggunaan sumber data untuk pembuat hipotesis.[14]
Dalam melakukan sebuah penelitian untuk lebih mempermudah arah penelitian hendaknya peneliti menggunakan suatau hipotesis. Secara lebih terinci seperti yang ditulis oleh Moh. Nazir dalam bukunya bahwa kegunaan hipotesis adalah:
1.      Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan dan kerja peneliti
2.      Menyiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3.      Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi ke dalam satu kesatuan penting dan menyeluruh
4.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian denganfakta dan antar fakta.[15]
Pada hakikatnya, hipotesis merupakan kontrol dari keseluruhan penelitian (termasuk subyek, instrumen, perencanaan, prosedur, analisis dan kesimpulan).[16]Sehingga secara garis besar hipotesis merupakan sesuatu yang mutlak ada dalam sebuah penelitian. 
D.     JENIS-JENIS HIPOTESIS
Berdasarkan cara penarikan kesimpulan hipotesis dibedakan menjadi dua, yaitu hiupotesis induktif dan hipotesis deduktif. Hipotesis induktif adalah suatu generalisasi berdasarkan observasi. Hipotesis deduktif berasal dari teori yang menyokong ilmu pengetahuan pendidikan dengan menyediakan bukti yang mendukung, memperluas atau mendukung suatu teori.[17]
Prosedur penyusunan hipotesis kinduktif adalah membuat generalisasi dua atau lebih variabel yang sedang diamati.[18]Pengamatan tersebut dilakukan dengan memperhatikan tingkah laku, kecenderungan atau kemungkinan adanya hubungan diantara vaiabel-variabel tersebut. Dalam penyusunan hipotesis hendaknya disusun oberdasarkan teori-teori ilmiah ataupun berdasarkan penelitian yang sudah ada tentang permasalahan yang diteliti. Permasalahan yang sering menggunakan hipotesis induktif biasanya permasalahan sehari-hari atau permasalahan khusus untuk dicarikan pemecahan permasalahan untuk dijadikan kesimpulan yang bersifat umum melalui proses penelitian.
Sedangkan hipotesis deduktif adalah hipotesis yang berasal dari sebuah teori.[19]Sebuah teori dibangun bukan secara spontanitas, namun sebuah teori yang sudah ada merupakan hasil penelitian yang sudah dilakukan terdahulu. Jika hendak melakukan penelitian dengan menggunakan hipotesis deduktif peneliti harus mencari teori yang menarik peneliti untuk mengadakan suatu penelitian. Setelah Menemukan sebuah teori yang menarik, peneliti kemudian mencari lapangan yang dijadikan sebagai obyek penelitian. Setelah  dilakukan penelitian baru bisa diketahui tentang kebenaran sebuah teori. Jika data yang ada di lapangan tidak mendukung teori yang sudah ada, maka hasil penelitian tersebut bisa menghasilkan teori baru. Proses ini berfungsi sebagai teknik untuk menguji kemampuan (adequacy) suatu teori.[20]
Dalam penyelidikan yang dirancang untuk menguji deduksi dari suatu teori, penting sekali diperiksa apakah ada kesenjangan logis (logical gap) yang menyela diantara teori dan hipotesis.[21]Jika hipotesis tidak berasal dari sebuah teori, maka penelitian tersebut tidak mendukung teori tersebut. Demikian pula sebaliknya, jika hipotesis tersebut berasal dari sebuah teori maka penelitian bisa mendukung atau melemahkan teori yang sudah ada. Walaupun teori sudah melalui beberapa poroses pengujian, namun teori tersebut harus tetap diuji. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk lebih memantabkan atau mengembangkan sebuah teori.
Ditinjau dari operasional rumusannya rumusan hipotesis dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Hipotesis Nol “Ho”
Biasanya hipotesis nol juga sering disebut sebagai hipotesis nihil yaitu hipotesis yang mengandung pernyataan negatif yakni mengatakan tidak adanya hubungan, tidak adanya pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.[22]Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain, biasanya ditulis dengan Ho.
2.      Hipotesis Alternatif atau Hipotesis Kerja
Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja adalah hipotesis yang mengandung pernyataan positif yakni menyatakan ada hubungan, ada pengaruh antara variabel satu dengan variabel yang lain.[23] Hipotesis ini menyatakan adanya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya. Dalam notasi biasanya ditulis Ha. Hiootesis ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: hipotesis terarah (direction hypothesis) dan hipotesis tidak terarah (noon directional hypothesis).[24]
Perbedaan antara hipotesis terarah dan hipotesis tidak terarah adalah:
a.       Dalam hipotesis terarah peneliti sudah berani dengan tegas menyatakan bahwa variabel bebas memang berpengaruh terhadap variabel tergantung.
b.      Dalam variabel tidak terarah, peneliti merasakan adanya pengaruh, tetapi belum berani secara tegas menyatakan pengaruh tersebut. Sehingga dalam, hipotesisnya peneliti baru menyatakan ada pengaruh.[25]
Jika ditinjau dari lingkupnya hipotesis dibedakan menjadi dua, yaitu: Hipotesis Mayor yaitu hipotesis mengenai kaitan seluruh variabel dan seluruh subyek penelitian dan Hipotesis Minor yaitu hipotesis mengenai kaitan sebagian dari variabel atau dengan kata lain pecahan dari hipotesis mayor.[26]Hipotesis mayor bisa dijabarkan menjadi beberapa hipotesis minor sesuai dengan keinginan dan kemampuan penelitii dalam mengidentifikasi sub variabel serta mencari dukungan teoritik untuk setiap hubungan yang dideskripsikan dalam hipotesis minor tersebut.
Jika dari pengujian hasil penelitian hipotesis mayor peneliti sudah menemukan pengaruh antara satu variabel dengan variabel yang lain, hipotesis minor diperlukan untuk mengetahui secara lebih spesifik variabel minor yang lebih dominan daripada variabel-variabel lain yang sudah dirumuskan. Tujuan dari hipotesis minor adalah agar secara cermat peneliti dapat meneliti menelusuri hubungan antar variabel yang sudah disebutkan dalam hipotesis mayor.[27]
Sesuai dengan pandangan Borg dan Gall dalam bukunya Suharsimi, hipotesis dapat dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Hipotesis hendaknya merupakan rumusan tentan phubungan antara dua variabel atau lebih.
2.      Hipotesis yang dirumuskan hendaknya disertai dengan alasan atau dasar-dasar teori dan penemuan terdahulu
3.      Hipotesis harus dapat diuji
4.      Rumusan hipotesis hendaknya singkat dan padat, artinya bahwa hipotesis tiudak boleh menggunakan hiasan kata atau diberi hiasan kata-kata yang kurang atau tidkak bermakna.[28]
Ada asumsi bahwa penelitian yang tidak menggunakan hipotesis dianggap sebagai penelitian yang kurang berkualitas. Sebenarnya asusmsi yang demikian itu kurang tepat, karena berkualitas atau tidaknya penelitian tidak hanya diukur ada atau tidak adanya hipotesis. Ketika menentukan suatu hipiotesis peneliti dituntut untuk bisa mempunyai dugaan jawaban atas permasalahan yang diteliti dengan mencari teori dan penelitian yang mendukung terhadap penelitian permasalahan yang dilakukan kemudian membuat bahasan atau penelitian atas beberapa dugaan jawaban yang telah dibuat. Permasalahan dalam penelitian yang terdapat dua variabel atau lebiih dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Penelitian Hubungan (penelitian korelasional)
2.      Penelitian perbandingan (penelitian Komparasi).[29]
Selain dua macam penelitian tersebut, masih ada penelitian komparasi hubungan sebab-akibat (causal comparative study) dimana penelitian ini merupakan gabungan dari dua penelitian di atas.[30]Menurut Sephen Isaac yang dipaparkan dalam bukunya Suharsimi penelitian komparasi hubungan sebab-akibat ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan sebab akibat dengan cara memperhatikan faktor yang diperkirakan sebagai penyebab timbulnya data.
Dalam penelitian komparasi hubungan sebab akibat diterapkan model ex post facto, yaitu model penelitian yang data pokoknya dikumpulkan setelah terjadinya sesuatu. Dalam penelitian ini penelitiberusaha untuk mencari faktor-faktor penyebab dari timbulnya variabel tergantung. Secara garis besar jenis hipotesis tetap dibedakan menjadi dua, yaitu: hipotesis tentang korelasi dua atau lebih variabel dan hipotesis tentang komparasi dua atau lebih kelompok yang mengandung variabel, meskipun ada jenis penelitian yang merupakan gabungan dari pokok penelitian tersebut.
Penelitian komparasi merupakan penelitian yang dimaksukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua hal.[31] Biasanya penelitian ini dilakukan atas dasar ketidak puasan peneliti hanya mengetahui ada atau tidaknya perbedaan dari variabel. Jika variabel tersebut ada perbedaan peneliti mencoba untuk mencari signifikansi dari perbedaan tersebut. 

E.     MENGUJI HIPOTESIS
Setelah hipotesis disusun berdasarkan prosedur yang sudah dibahas di atas, hipotesis perlu diuji secara empiris dan logika. Hal itu didasarkan atas sifat manusia yang tidak pernah terlepas dari sifat salah dan lupa. Gagasan terbaik, penelitian para ilmuan terdahulu terkadang juga mempunyai kesalahan. Sehingga segala sesuatu yang dihasilkan dari proses ilmiah dan atau suatu teori yang dihasilkan oleh manusia harus diuji dengan mengumpulkan data secara teliti.
Seperti yang telah dibahas di awal, bahwa hipotesis bukanlah sesuatu hal yang dibuktikan kebenaranntya namun hipotesis untuk diuji validitasnya. Kecocokan hipotesis dengan fakta bukan membuktikan hipoptesis, data tersebut hanya menjadi alasan kita untuk menerima hipotesis tersebut.
Secara umum untuk menguji hipotesis, penelitian menentukan sampel, instrumen-instrumen pengukur, desain dan mengumpulkan data yang perlu. Setelah semua data terkumpul kemudian dianalisis untuk menentukan validasi dari hipotesis tersebut.[32]Adapun cara untuk menguji sebuah hipotesis adalah sebagai berikut:
1.      Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar
2.      Memilih metode-metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak
3.      Menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.[33]
Selain beberapa instrumen diatas hipotesis juga harus diuji secara logis, sehingga membutuhkan cara pengujian yang bersifat logis juga. Beberapa metode pengujian yang biasa digunakan adalah:[34]
1.      Menguji Hipotesis dengan konsistensi logis
Logika merupakan hal yang paling dominan untuk menguji hipotesis dengan konsistensi logis. Karena dalam pengujian hipotesis yang dikedepankan adalah pemahaman-pemahaman yang bersifat logika agar mampu diterima dan difahami oleh orang lain. Kendati demikian logika tetap harus didasarkan atas data-data konkret yang ada di lapangan, kemudian diambil kesimpulan yang wajar.  Cara penarikan kesimpulan dengan berfikir secara valid dan logis.
Ada dua cara kerangka berfikir dalam memberikan sebuah pemahaman yaitu:
a.       Alasan Deduktif
Adalah cara memberi alasan dengan berfikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum dan menarik kesimpulan yang bersifat khusus atau lebih spesifik.[35]Hal ini dilakukan agar hipotesis menjadi sebuah kesimpulan sementara yang bisa difahami dan lebih diterima.
b.      Alasan Induktif
Adalah cara berfikir untuk memberi alasan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan spesifik untuk menyusun argumentasi yang bersifat umum.[36]Tidak ubahnya dengan alasan deduktif, hal ini dilakukan untuk lebih memperjelas hipotesis yang diberikan.

2.      Menguji dengan mencocokkan fakta
Hal ini sering dilakukan pada penelitian dengan metode percobaan.[37]Biasanya ini dilakukan untuk meneliti sesuatu hal yang belum pernah diteliti sebelumnya. Dalam pengujian ini diperlukan kontrol agar mempermudah proses pengujian, kontrol tersebut adalah:
a.       Manipulasi Fisik
Manipulasi fisik biasa dilakukan di dalam penelitian ilmiah yang bersifat eksak. Misalnya pada penelitian kesehatan, kimia, biologi dengan menguji hal yang lebih kecil sebagai representasi dari hasil penelitian dalam jumlah yang besar dengan skala tertentu.
b.      Pemilihan atau Seleksi
Dalam pemilihan seleksi ini penguji bebas untuk menentukan desain percobaan yang digunakan.
Jika hipotesis tidak didukung oleh data di lapangan, kontribusi dapat dilakukan dalam bentuk revisi dalam beberapa bentuk aspek dan teori. Revisi tersebut akan menghasilkan hipotesis baru atau hipotesis yang direvisi. Pengujian hipotesis ini mempunyai sumbangsih positif terhadap pengembangan pendidikan serta pengembangan atau koreksi terhadap sebuah teori. 

F.    PENELITIAN TANPA HIPOTESIS
Dalam sebuah penelitian tidak semuanya membuat hipotesis. Hal ini bisa dilakukan jika peneliti tidak menentukan dugaan atau jawaban terhadap hasil penelitiannya. Penelitian ini dilakukan jika peneliti hanya ingin mengetahui status sesuatu. Penelitian tanpa hipoteis biasanya digunakan dalam penelitian: deskripsi, historis, filosofis, pelacakan, evaluasi dan penelitian tindakan (action research).[38]
Penelitian deskripsi dilakukan oleh peneliti dengan harapan hasil berupa deskripsi, penggambaran atau penguraian sesuatu. Dalam penelitian evaluasi peneliti juga hanya ingin mengetahui apakah poelaksanaan program yang dievaluasi sudah mencapai standar yang diharapkan atau belum. Dalam hal ini peneliti dituntut oleh sederetan kriteria yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan program.
Dalam The Action Research Planner Stephen Kemmis dan Robini Mc Taggert memberikan pedoman tentang langkah-langkah yang dilalui jika seseorang melaksanakan penelitian tindakan (action Research) yaitu:
1.      Menyusun sebuah rencana (to develope a Plan) untuk mengembangkan atau meningkatkan tindakan yang sudah atau sedang dilangsungkan
2.      Melaksanakan apa yang direncanakan (to act to implement the plan)
3.      Mengadakan pengamatan terhadap akibat dari tindakan yang dilakukan (to observe the effect of action in the context in which it occurs)
4.      Mengadakan refleksi berdasarkan atas akibat-akibat tindakan untuk membuat rencana tindak lanjut (to reflect on these effect as a basis for further planning, subsequent action and so on, through a succession of cucles).[39]






[1][1]Arikunto, Suharsimi, Prof.Dr, Prosedur Penelitian (Suatu pendekatan Praktek) Ed. Revesi 2010
(Jakarta: PT Rinika Cipta, 2010), 104.
[2]Ibid., 104.
[3]Ibid., 104.
[4]Ibid., 105.
[5]Bungin Burhan, Prof.,Dr.,S.Sos.,M.Si. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu sosial lainnya) cet. Ketiga (Jakarta: Prenada Group, 2005), 75.
[6]Furchan Arif. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan(terjemahan introduction to research in Education) (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 120.
[7]Darmadi Hamid, Prof. Dr. M.Pd. Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2011), 43.
[8]Nazir Moh. Ph.D, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, tt), 151.
[9]Hamid, Metode Penelitian, 43.
[10]Arikunto Suharsimi, Prof.Dr., Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktek) ed. Revisi (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), 65.
[11]Arikunto Suharsimi, Prof.Dr. Manajemen Penelitian (Ed. Revisi)(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 45-46.
[12]Ibid., 46-47.
[13]Furchan Arif, Pengantar Penelitian, 121.
[14]Burhan Bungin, Metodologi, 76.
[15]Moh. Nazir, Metodologi, 151.
[16]Hamid Darmadi, Metode Penelitian, 43.
[17]Ibid., 44.
[18]Furchan Arif, Pengantar Penelitian, 123.
[19]Ibid., 125.
[20]Ibid., 125.
[21]Ibid., 126.
[22]Ghony Junaidi, almanshur fauzan, Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kwantitatif (Malang: UIN-Malang Press, 2009), 87.
[23]Ibid., 87-88.
[24]Suharsimi, Manajemen, 47.
[25]Ibid., 48.
[26]Ibid., 48.
[27]Ibid., 49.
[28]Ibid., 50.
[29]Ibid., 50.
[30]Ibid., 51.
[31]Ibid., 52.
[32]Hamid Darmadi, Metode Penelitian, 45.
[33]Furchan Arif,  Pengantar Penelitian, 133.
[34]Moh. Nazir, Metodologi, 163-171.
[35]Ibid., 162.
[36]Ibid., 166.
[37]Ibid., 171.
[38]Suharsimi, Manajemen,  52.
[39]Ibid., 54-55.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Interpretasi Tekstual dan Kontekstual Hadist

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP STUDI QURAN