Metode Penelitian Hadith dan Ruang Lingkupnya
A. Definisi Metode Penelitian Hadith Dan Ruang Lingkupnya
Metode penelitian didefinisikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Maksudnya, kegiatan penelitian harus didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
![]() |
penelitian Hadist |
B. Metode Penelitian Hadith
Dalam Metode Penelitian Hadith dan Ruang Lingkupnya, penelitian hadith (naqd al-hadits) klasik, model penelitiannya diarahkan kepada dua segi: sanad dan matan. Sanad menurut bahasa berarti sandaran atau pegangan (al-mu’tamad). Sementara pengertian sanadmenurut istilah ilmu hadith adalah jajaran orang-orang orang-orang yang membawa hadith dari Rasul, Sahabat, Tabi’in, Tabi’ At- Tabi’in, dan seterusnya sampai kepada orang yang membukukan hadith tersebut.[1]
Sementara ‘Ajjaj al-Khatib sebagaimana dikutip oleh Totok Jumantoro, mengemukakan pengertian sanad sebagai berikut:
ﻫﻮﻃﺮ ﻳﻖ ﺍﻠﻣﺘﻦ ﺃﻱ ﺴﻠﺳلة ﺍﻠﺮ ﻮﺍﺓ ﺍﻠﺬ ﻳﻦ ﻧﻗﻠﻮﺍ ﺍﻠﻣﺘﻦ ﻋﻥ ﻤﺼﺩﺭﻩ ﺍﻻﻮﻞ
Artinya:
“Sanad adalah jalan kepada matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan matan dari sumbernya yang pertama.”[2]
Jalan yang dimaksud pada defenisi di atas adalah rangkaian orang-orang yang meriwayatkan hadits Rasullullah Saw, baik melalui hafalan maupun tulisan. Contohnya Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadith Rasulullah Saw. berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْجُعْفِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ (رواه البخاري:8).
Sebagian orang terkadang keliru dalam menyebutkan urutaan sanad dan rawi-nya (periwayat). Oleh karena itu, penulis merasa penting menjelaskan perbedaan urutan sanaddan rawi pada tabel berikut:
No. Urut | Sanad | Rawi (Periwayat) |
1. | البخاري | عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ |
2. | عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْجُعْفِيُّ | أَبِي صَالِحٍ |
3. | أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ | عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ |
4. | سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ | سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ |
5. | عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ | أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ |
6. | أَبِي صَالِحٍ | عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْجُعْفِيُّ |
7. | عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ | البخاري |
Sementara Metode Penelitian Hadith dan Ruang Lingkupnya pengertian matan menurut istilah adalah sebagaimana dalam kutipan Totok Jumantoro, Ajjaj Al-Khattib di bawah ini:
الفاظ الحديث التى تتقوم بهامعا نيه
Artinya: “
Dengan demikian maka yang dimaksud dengan matan al-hadits adalah materi/ berita/ pembicaraan yang diperoleh sanad terakhir, baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi Saw, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Saw.
Dalam penelitian sanad, model yang ditempuh adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:
· Melakukan At-Takhrij
Takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadith pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadith tersebut secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan kritik sanad, dijelaskan kwalitas sanad dan para periwayat dari hadith yang bersangkutan.
· Melakukan al-I’tibar
Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hadith tertentu, yang hadith itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadith dimaksud.
Dengan melakukan i’tibar, diharapkan dapat terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadith seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung (corroboration) berupa periwayatan yang berstatus muttabi’atau syahid.
· Mengkritisi pribadi periwayat serta metode periwayatannya
Ulama’ hadith sependapat bahwa ada dua hal yang harus dikritisi pada diri pribadi periwayat hadith untuk diketahui apakah riwayat hadith yang dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjahataukah harus ditolak. Kedua hal itu adalah ke’adilan dan kedhabitannya. Ke’adilan berhubungan dengan kwalitas pribadi, sedangkan kedhabitannya berhubungan dengan kapasitas intelektualnya. Jika kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadith, maka periwayat tersebut dinyatakan bersifat tsiqah.
Terkait dengan pelacakan terhadap kebersambungan sanad, hubungan kwalitas periwayat dan metode periwayatan sangat menentukan. Periwayat yang tidak tsiqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan metode sami’na, misalnya, meski metode itu diakui ulama’ hadith memiliki tingkat akurasi yang tinggi, tetapi karena yang menyatakan lambang itu adalah orang yang tidak tsiqoh, maka informasi yang dikemukakannya itu tetap tidak dapat dipercaya. Sebaliknya, apabila yang menyatakan sami’naadalah orang yang tsiqoh, maka informasinya dapat dipercaya.
Selain itu, dalam Metode Penelitian Hadith dan Ruang Lingkupnya ada periwayat yang dinilai tsiqoh oleh ulama’ ahli kritik hadith, namun dengan syarat bila dia menggunakan lambang periwayatan haddatsani atau sami’tu, sanadnya bersambung. Tetapi, bila menggunakan selain dua lambang tersebut, sanadnya terdapat tadlis (penyembunyian cacat).
baca juga:
( Teori Interpretasi Tekstual dan Kontekstual Hadist)
(HADIST YANG BERTENTANGAN (TA’ARRUDL HADITH) DAN PEMECAHANNYA)
(HADITS DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KUANTITAS SANAD)
baca juga:
( Teori Interpretasi Tekstual dan Kontekstual Hadist)
(HADIST YANG BERTENTANGAN (TA’ARRUDL HADITH) DAN PEMECAHANNYA)
(HADITS DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KUANTITAS SANAD)
·
Meneliti syudzudz dan ‘illat
Meneliti syudzudz dan ‘illat
Salah satu langkah kritik sanad yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan adanya syudzudz dalam sanad adalah dengan melakukan studi komparatif terhadap seluruh sanad yang ada untuk satu matan yang sama.
Sedangkan cara mengkritisi kemungkinan terjadinya ‘illat yaitu dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna.[4] Hadith yang mengandung syudzudz(ke-syadz-an), oleh ulama’ disebut sebagai hadith syadz, sedangkan lawan dari hadith syadz disebut hadith mahfuzh.[5]
· Menyimpulkan hasil studi kritik sanad
Dalam menyampaikan kesimpulan (natijah) harus disertakan pula argumen-argumen yang jelas. Argumen-argumen ini dapat disampaikan sebelum ataupun sesudah rumusan natijah dikemukakan.
Isi natijah untuk hadith yang dilihat dari segi jumlah periwayatnya mungkin berupa pernyataan bahwa hadith yang bersangkutan berstatus mutawatir dan jika tidak demikian, maka hadith tersebut berstatus ahad.
Untuk hasil penelitian hadith ahad, maka natijahnya mungkin berisi pernyataan bahwa hadith yang bersangkutan berkwalitas shahih atau hasan atau dha’if sesuai dengan apa yang diteliti. Jika diperlukan, pernyataan kwalitas tersebut disertai dengan macamnya, misalnya dengan mengemukakan bahwa hadith yang dikritisi berkwalitas shahih li ghayrihi atau hasan li ghayrihi.[6] inilah Metode Penelit Hadith dan Ruang Lingkupnya dalam hadits ahad
Adapun metode kritik matan, menurut al-A’zhami, banyak terfokus pada metode mu’aradhah. Versi lain menyebutnya metode muqaranah(perbandingan) atau metode muqabalah.
Metode mu’aradhah yang dimaksud adalah pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap matan hadith, agar tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep dengan hadith (sunnah) lain dengan dalil syariat lain. Langkah pencocokan itu dilakukan dengan petunjuk eksplisit, yaitu dengan cara:
1. Mengkomparasikan hadith dengan al-Qur’an.
2. Membandingkan antar hadith atau antara hadith dengan sirah nabawiyah.
3. Mengkonfirmasikan riwayat hadith dengan realita dan sejarah.
4. Mengkomparasikan hadith dengan rasio.
5. Membandingkan hadith-hadith dari berbagai murid seorang ulama’.
7. Perbandingan dokumen tertulis dengan hadith yang disampaikan dari ingatan.
Mengenai hal kritik matan, Al-Siba’i mengungkapkan bahwa:
1. Matan tidak boleh mengandung kata-kata yang aneh, yang tidak pernah diucapkan oleh seorang ahli retorika atau penutur bahasa yang baik.
2. Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-pengertian rasional yang aksiomatik, yang sekiranya tidak mungkin ditakwilkan.
3. Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum dalam hukum dan akhlak.
4. Tidak boleh bertentangan dengan indra dan kenyataan.
5. Tidak mengandung hal-hal yang hina, yang agama tentu tidak membenarkannya
6. Tidak bertentangan dengan hal-hal yang masuk akal dalam prinsip-prinsip kepercayaan tentang sifat-sifat Allah dan para rosulNya.
7. Tidak boleh bertentangan dengan sunnatullah dalam alam dan manusia.
8. Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan-kenyataan sejarah yang diketahui dari zaman nabi saw.
9. Tidak boleh mengandung janji yang berlebihan dalam pahala untuk perbuatan kecil, atau berlebihan dalam ancaman yang keras untuk perkara sepele.[8]
Metode Penelitian Hadith dan Ruang Lingkupnya selanjutnya adalah Penelitian Matan:
C. Penelitian Sanad
1. Takhrij al-Hadith berdasarkan penggalan lafadz Hadith tentang mengauli wanita dengan baik. Berikut lafadz hadithnya:
قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم:خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ ، وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوهُ)أخرجه الدارم(
Berdasarkan informasi dalam al-maktabah al-syamilah dengan kata kunci khoirukum ditemukan beberapa kitab, tapi kami mencoba mengambil dalam Kitab Sunan ad-Darimi dan Kitab Sunan at-Tirmidzi.
- Dengan melacak kata kunci khoirukum hadith ini ditemukan redaksi sebagai berikut:
a. خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ ، وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوه, hadith tentang mengauli wanita dengan baik yang memiliki redaksi tersebut terdapat pada satu jalur sanad yang terdapat dalam kitab sunan ad-Darimi juz 7 halaman 55. Hadits lengkapnya ialah:
سنن الدارمي - (2 / 212(
أخبرنا محمد بن يوسف ثنا سفيان عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : خيركم خيركم لأهله وإذا مات صاحبكم فدعوه
قال حسين سليم أسد : الحديث صحيح
b. خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوهُ, hadith tentang keutamaan Istri-istri Nabi SAW yang memiliki redaksi tersebut terdapat dalam satu jalur sanad yang terdapat dalam kitab Sunan ai-Tirmidzi juz 12 halaman 399. Hadith lengkapnya ialah:
سنن الترمذي - (5 / 709)
3895 - حدثنا محمد بن يحيى حدثنا محمد بن يوسف حدثنا سفيان بن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم خيركم خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلي وإذا مات صاحبكم فدعوه، قال أبو عيسى هذا حديث حسن غريب صحيح من حديث الثوري ما أقل من رواه عن الثوري ، وروي عن هشام بن عروة عن أبيه عن النبي صلى الله عليه و سلم مرسل
قال الشيخ الألباني : صحيح
- Al-I’tibar dan Kritik Sanad
Hadith yang ditakhrij oleh ad-Darimi dalam kitab Sunan-nya ini, diriwayatkan oleh lima orang perowi, yakni: Muhammad bin Yusuf, Sufyan bin Sa’id, Hisyam bin ‘Urwah, ‘Urwah bin Zubair, dan ‘Aisyah binti Abi Bakar[9]. mengenai biografi masing-masing dapat dilihat dalam tabel berikut:
Nama Perowi | TL-TW/ Umur | Guru | Murid | Jarh wa Ta’dil |
Aisyah binti Abi Bakr | L:- W: 57/58 U:- | 7 orang · Rosulullah SAW · Sa’id bin Abi Waqos · Umar bin Khattab · Abu Bakr ash-Shiddiq · Fatimah az-Zahra | 213 orang · Hasan al-Bashri · Sulaiman bin Yasar · Abdullah bin Farruh · ‘Urwah bin Zubair · Nafi’ bin ‘Atha’ | · Al-Waqodhiy: a’lamu an-Nasi · Hisyam bin ‘Urwah: a’lamu bi al-Fiqh · ‘Atha’ bin Abi Rabah: a’lamu an-Nasi wa ahsanu ro’yan fi ‘alam · Az-Zuhury: afdholu |
‘Urwah bin Zubair | L: 29 W: 99/100 U:- | 70 orang · Usamah bin Zaid · Muawiyah bin Abi Sufyan · Asma’ binti Abi Bakr · ‘Aisyah ummul mu’minin · Ummu Habibah binti Abi Sufyan | 70 orang · ‘Urwah bin Zubair · Habib bin Abi Tsabit · Sulaiman bin Yasar · ‘Irak bin Malik · Yahya bin Abi Katsir | · Muhammad bin Sa’id: Tsiqah · Sufyan bin ‘Uyainah: ‘alamun an-nasi, · Ibnu Hibban: tsiqah, |
Hisyam bin ‘Urwah | L: - W:147 U: 87 | 28 orang · Bakr bin Wail · Abdulloh bin Abi Bakr bin Hazm · Urwah bin Zubair · Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri · Abi Salamah bin Abdurrahman | 112 orang · Aban bin Yazid · Hafsh bin Maisarah · Sufyan ats-Tsauri · Abdullah bin Idris · Abdullah bin Numair | · Muhammad bin Sa’id: tsiqoh, · Ya’qub bin Syaibah: tsubutun, tsiqoh, dan Al’ijly: tsiqatun |
Sufyan bin Said | L: - W: 161 U:- | 286 orang · Ibrahim bin ‘Uqbah · Isma’il bin Ummayah · Muhammad bin Ishaq · Hisyam bin ‘Urwah · Hisyam bin Hasan | 125 orang · Yahya bin Abdil Malik · Muhammad bin Abdillah · Malik bin Anas · Muhammad bin Yusuf · Muhammad bin Basar | · Yahya : tsiqah · Syu’bah bin Luhja’: Amirul mu’min fi Hadith · Bisyru: Afqoh |
Muhammad bin Yusuf | L: 120 W: 212 U:- | 32 orang · Tsa’labah bin Suhail · Haris bin Sulaiman · Sufyan ats-Tsauri · Muhriz · Yahya bin Ayyub | 59 orang · Ahmad bin Hambal · Ishaq · Abdullah bin Abdirrahman ad-Darimi · Muhammad bin Muslim · Mahmud bin Khallid | · Yahya bin Mu’ain: tsiqoh · An-Nasa’i: tsiqah · Al-Ijly: tsiqah shaduq |
- Metode Penelitian Hadith dan Ruang Lingkupnya pada tahap selanjutnya adalah kualitas dan kapasitas Perawi yang akan dibahas dibawah ini
- Kualitas dan Kapasitas Intelektual Perawi
Kritik para ulama terhadap kualitas pribadi dan kapasitas intelektual Siti Aisyah adalah sebagaimana dimajukan Al-Waqodhiy: a’lamu an-Nasi, Hisyam bin ‘Urwah: a’lamu bi al-Fiqh, ‘Atha’ bin Abi Rabah: a’lamu an-Nasi wa ahsanu ro’yan fi ‘alam, Az-Zuhury: afdholu.[10]
Menyimak yang disimpulkan ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa Siti ‘Aisyah tegolong perawi dengan predikat ta’dil dan mencapai derajat tertinggi. Dengan demikian hadith yang diriwayatkannya dapat dijadikan sebagai hujjah.
b. ‘Urwah bin Zubair
Kritik para ulama terhadap kualitas pribadi dan kapasitas intelektual ‘Urwah bin Abi Bakr adalah sebagaimana diajukan oleh Sufyan bin ‘Uyainah: ‘alamun an-nasi, ibnu Hibban: tsiqah, dan Muhammad bin Sa’id: Tsiqah.[11]
Menyimak dari yang disimpulkan ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa ‘Urwah tergolong perawi dengan tingkat ta’dil dan mencapai derajat tertinggi. Dengan demikian hadith yangdiriwayatkan dari beliau dapat digunakan sebagai hujjah.
c. Hisyam bin ‘Urwah
Kritik para ulama terhadap kapasitas pribadi dan keintelektualan Hisyam bin ‘Urwah sebagaimana diajukan oleh Muhammad bin Sa’id: tsiqoh, Ya’qub bin Syaibah: tsubutun, tsiqoh, dan Al’ijly: tsiqatun.[12]
Menyimak dari yang disimpulkan oleh para ulama diatas dapat disimpulkan bahwa Hisyam bin’Urwah adalah perawi yang tingkat ta’dilnya menempati posisi yang kedua, sehingga hadithnya dapat digunakan sebagai hujjah.
d. Sufyan bin Sa’id
Kritik para ulama terhadap kapasitas pribadi dan keintelektualan Sufyan bin Sa’id sebagaimana diajukan oleh Yahya :tsiqah, Syu’bah bin Luhja’: Amirul mu’min fi Hadith dan Bisyru: Afqoh.[13]
Menyimak dari yang disimpulkan oleh para ulama diatas dapat disimpulkan bahwa Sufyan bin Sa’id adalah perawi yang tingkat ta’dilnya menduduki posisi yang pertama, sehingga hadith yang diriwayatkan darinya dapat digunakan sebagai hujjah.
e. Muhammad bin Yusuf
Kritik para ulama terhadap kapasitas pribadi dan intelektualan Muhammad bin Yusuf sebagaimana disimpulkan oleh Yahya bin Mu’ain: tsiqoh, An-Nasa’i: tsiqah dan Al-Ijly: tsiqah.[14]
Menyimak dari yang disimpulkan oleh para ulama diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Muhammad bin Yusuf adalah perawi yang Ta’dilnya menduduki posisi yang ketiga. Sehingga hadith yang diriwayatkan darinya dapat digunakan sebagai hujjah.
- Metode Penelitian Hadith dan Ruang Lingkupnya
- Meneliti syad dan illat pada sanad hadith
Kemungkinan adanya syadz dan illat pada sanad hadith bisa di sima’, pada kebersambungan sanad, dan kualitas serta tingkat ke tsiqahan perawi dan dalam hadith ini tidak di temukan syadz karena seluruh sanadnya bersambung, dan juga illat.
Sehinnga dapat disimpulkan bahwa hadith yang diriwayatkan dari Imam ad-Darimi bernilai shahih, dan dapat digunakan sebagai hujjah.
- Penelitian Matan
Hadith tentang mempergauli wanita dengan baik ini, sesuai dengan Firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 19 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوْهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء: 19)
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(Q.S An-Nisa’:19)
Yang makna ayat tersebut dalam Ibnu Katsir adalah perhaluslah kata-katamu dan perindahlah perilakumu dan sikapmu. Sebagaimana engkau menyenangi hal itu dilakukannya, maka lakukannlah serupa untuknya.
Allah juga menjelaskan tentang hadith mengauli wanita dengan yang baik ini dalam surat al-Baqarah ayat 228, yang berbunyi:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (البقرة:228)
Artinya:
wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(al-Baqoroh:228)
Dan hadith tersebut hampir sama dengan hadith yang diriwayatkan at-Tirmidzi dalam kitab Irsyadul’ ibad ila sabili arsyad karya Imam Syafi’i, yang berbunyi:
إنَّ مِنْ أَكْمَلِ المُؤْمِنِينَ إيمَاناً أَحْسَنَهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفَهُمْ بِأَهْلِهِ، خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ
Ibnu abbas berkata: bahwa sesungguhnya saya akan berbuat baik kepada istriku, sebagaimanaia berbuat baik kepadaku.Jadi bisa disimpulkan bahwa hadith tersebut bernilai shahih dapat diterima sebagai hujjah.
B. Tujuan Penelitian Hadith
Setiap penelitian memiliki tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiyono (2008:5), secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu merupakan data yang benar-benar baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian mengandung makna bahwa data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu, dan pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada.
Penelitian dalam hadith yang bersifat penemuan misalnya menemukan metode memahami hadith secara mudah bagi masyarakat awam. Penelitian hadith yang bersifat pembuktian misalnya membuktikan keragu-raguan mengenai status hadith keutamaan membaca ayat kursi. Sedangkan penelitian hadith yang bersifat pengembangan contohnya memperdalam pengetahuan tentang pemikiran M. M. Azami dan Joseph Schacht terkait pembentukan sanad hadith, atau pengembangan metode ‘ardl al-haditht ‘ala al-qur’an dalam kajian kritik matan.
Disamping itu, aktifitas penelitian hadith juga memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas hadith yang diteliti baik dari sisi sanad ataupun matan. Kualitas hadith sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahan hadith tersebut. Hadith yang kualitasnya tidak memenuhi syarat kesahihan suatu hadith tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Pemenuhan syarat diperlukan karena hadith merupakan salah satu sumber ajaran Islam.[15]
[1] Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, Bandung: Cita Pustaka Media, 2005, 23-27
[3] Ibid.,122.
[4] Umma Farida, Naqd Al-Hadits,Kudus: Nora Media Enterprise, 2009, 99-110.
[5] M. Syuhudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, Jakarta: PT. Karya Unipress, 1995, 139.
[6] Umma Farida, op.cit., 112.
[7] Umma Farida, op.cit.,187-193.
[8] Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Al-Sunnah, Jakarta: Prenada Media, 1995, 204-206
[9] Al-Darimi, Sunan al-Darimi, al-Maktabah al-Syamilah, juz 2, 212
[10] Al-Mazzy, Tadzib al –Kamal, juz 22, 272
[11] Ibid,. 10
[12] Ibid,. 268
[13] Ibid,. 362
[14] Ibid,. 362
[15] Umma Farida, op, Cit. 1-2.
Komentar
Posting Komentar