Tujuan Pendidikan Di Barat


Tujuan Pendidikan Di Barat
Tujuan Pendidikan Di Barat
To feel oneself en route, to feel onself in place where there are always possibilities of clearings, of new opening, this is what we must communicate to the young if we want to awaken them to their situations and enable them to make sense of and to name their worlds.[1] Artinya, merasa sedang dalam perjalanan, atau merasa sedang berada disebuah tempat, dimana selalu terdapat kemungkinan penjelasan dan keterbukaan baru, maka kesadaran inilah yang harus dikomunikasikan pada kaum muda jika kita berkehendak menyadarkan mereka tentang kondisi mereka dan memampukan mereka dalam memahami serta mengidentifikasi dunia mereka.

Tujuan Pendidikan Di Barat  itu tidak bisa lepas dari tujuan hidup manusia. Oleh sebab itu, pendidikan hanyalah suatu alat yang dipergunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dengan demikian, maka tujuan dari pendidikan itu harus berpangkal pada tujuan hidup.[2]
Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis, dimana apa yang menjadi Tujuan Pendidikan Di Barat secara tidak langsung merupakan tujuan hidup berbenturan dengan kepentingan-kepentingan lain. Terdapat perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan hidup. Penduduk kerajaan Sparta, salah satu dari kerajaan Yunani lama dahulu, berpendapat bahwa tujuan hidup adalah berbakti kepada negara, yaitu untuk memperkuat negara. Adapun pengertian kuat menurut mereka adalah kekuatan fisik. Oleh sebab itu, tujuan dari pendidikan bangsa Sparta adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu memperkuat, memperindah dan memperbagus jasmani. Maka orang-orang yang kuat jasmaninya, yang bisa berkelahi dengan harimau dan singa akan disanjung-sanjung dan dianggap pahlawan di masyarakat Sparta. [3]
Baca juga: 
Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan Pendidikan Di Barat
Tujuan Pendidikan Di Barat
Tujuan Pendidikan Di Barat

Sebaliknya bangsa Athena, yang juga salah satu kerajaan Yunani lama, berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencari kebenaran (truth), dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu. Tetapi apakah kebenaran (truth) itu? Plato lebih dulu mengandaikan bahwa benda, konsep-konsep dan lainnya bukanlah benda sebenarnya. Dia sekedar bayangan dari benda hakiki yang terwujud di alam utopia. Manusia itu terdiri dari roh dan jasad. Roh itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk membersihkan, memelihara, dan menjaga roh itu disebut pendidikan.[4] 
Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesudah Decartes (1596-1650) mengambil dari kedua madzhab Yunani lama tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa dunia inilah tujuan hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari akhir. Ada madzhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato, Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya.ada madzhab impirisme yang dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kertas putih (tabularasa); ada madzhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang berpendapat bahwa Tujuan Pendidikan Di Barat adalah lebih banyak pendidikan; ada madzhab yang berasal dari sosiolog, yaitu sosiologi pengetahuan yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada madzhab fenomenologi atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya bersifat personal, oleh sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus dibubarkan. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT, yang menggambarkan tentang orang-orang Dahriyyun (Naturalist), (QS.45:23)
Metode Dialektika merupakan sebuah cara yang dipakai oleh Socrates  unruk menentukan kebenaran.[5]Sedangkan belajar dengan cinta menurut pandangan Confucius. [6] Maksudnya, belajar membutuhkan perasaan senang atau cinta guna terserapnya ilmu. Sedangkan menurut Socrates, dialektika mengarahkan pada proposisi menuju sistem logika yang konsisten dan berfungsi untuk menemukan kesalahan-kesalahan logis dan bentuk-bentuk inkonsistensi berpikir. 
Peradaban Barat boleh dikatakan hampir lengkap, terutama sekali dalam bidang pendidikan, hal itu dikarenakan oleh volume penyelidikan dalam berbagai aspek pendidikan teramat banyak dan mengagumkan. Disamping itu, kemajuan yang telah dicapainya memberi pengaruh pada masyarakat dunia pada umumnya. hal yang membanggakan kalangan elit yang memerintah dan masyarakat Barat. Hal ini juga menunjukkan Tujuan Pendidikan Di Barat sukses di laksanakan.
Pada abad ke-21 ini, orientasi Tujuan Pendidikan Di Barat mulai beralih pada usaha mencari keuntungan dengan jalan apa pun, yang bermakna eksploitasi, kekuasaan, pertarungan, teror dan pembunuhan.[7]
Konsepsi pemikiran tradisional dianggap tidak relevan karena orang-orang tradisional kurang menyadari  bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan yang secara kualilitatif baru dan lebih maju. Istilah kunci dari kesadaran modern adalah perubahan, kemajuan, revolusi dan pertumbuhan.[8]  Sementara orang-orang modern sudah sadar dengan kebaruhan dan kekinian. Salah satu tokoh filsafat modern itu adalah Rene Decartes. Decartes lahir  di La Haye, wilayah Touraine Prancis pada 31 Maret 1596. Dia berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang benar adalah rasio, bukan mitos, prasangka, omongan orang ataupun wahyu seperti yang diyakini pada abad pertengahan. Kebenaran  adalah keberadaannya berpikir. Seperti ucapannya: Aku berpikir maka aku ada.[9]Maka rasio merupakan filsafat kebenaran.
Selain Decartes, Santo Thomas Aquinas beranggapan bahwa Tujuan Pendidikan Di Barat adalah untuk melatih peserta didik agar menguasai kebenaran-kebenaran religius yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan jiwa abadi.[10]





[1] Joy A. Palmer (ed), Fifty Modern Thinkers on Education, (London: Routledge. 2001), 112.
[2] Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Islam dan Umum),(Jakarta: Bumi Aksara, 2000),52.
[3] ., ibid, 55.
[4] Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsfat Barat, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013), 158.
[5] Charlene Tan, Philosophical Reflection of Educators, (Singapore: Chengage Learning, 2008), 7.
[6] .,Ibid., 5.
[7] Arifin, Kapita, 59.
[8] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta: Gramedia, 2007),3.
[9] Masykur Arif Rahman, Buku Pintar Sejarah Filsfat Barat, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013), 158.
[10] William F.O’Neill, Ideologi-Ideologi Pendidikan,terj Omi Intan Naomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 62.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANGGAPAN DASAR DAN HIPOTESIS

Teori Interpretasi Tekstual dan Kontekstual Hadist

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP STUDI QURAN